BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era perdagangan
bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN atau dengan sebutan lain yaitu pasar bebas ASEAN Economic Community
(AEC) menjadi momentum pertaruhan bagi Indonesia sebagai negara
yang kaya akan sumberdaya alam utamanya disebut bidang pertanian. Sejak dulu Indonesia termasuk negara yang
diperhitungkan dan menjadi incaran negara lain karena memiliki potensi produksi pertanian yang
juga cukup besar. Potensi ini perlu diperhatikan dan dilestarikan sehingga
tetap menjadi negara pertanian yang selalu diperhitungkan.
Masalah pertanian di Indonesia kini menjadi ancaman bagi para
petani disebabkan pengalihan lahan (alih fungsi lahan), penambahan jumlah
penduduk, pembangunan fisik pemerintah daerah, pembangunan industri serta
perumahan yang berakibat lahan pertanian
utamanya lahan sawah semakin menyempit dan praktik pertanian
tidak
ramah lingkungan. Sehingga kini Indonesia sedang bergerak menuju praktik pertanian
yang menguntungkan dan ramah lingkungan meskipun dalam skala kecil.
Dengan adanya
alih fungsi lahan dan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia sehingga kebutuhan
akan pangan dalam negeri utamanya beras menjadi berpengaruh terhadap ketahanan
negara. Hal ini disebabkan karena beras merupakan makanan pokok Indonesia.
Supaya ketahanan pangan dapat tercapai, pemerintah menyusun program - program untuk pemantapan ketahanan pangan
dalam negeri. Maka Program
Kabinet Kerja Indonesia adalah
pemantapan ketahanan pangan utamanya beras yang ditargetkan dapat mencapai swasembada
dan surplus pada tahun 2015 - 2017. Atas dasar itu, usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian yang didalamnya
meliputi Program Upaya
Khusus. Program
Upaya Khusus (UPSUS) adalah peningkatan produksi padi.
Optimasi lahan (OPLAH) merupakan upaya khusus mengantisipasi kekurangan
lahan untuk memproduksi padi. Kegiatan pengembangan Optimasi Lahan sawah dimaksudkan untuk menigkatkan IP (indeks pertanaman) dan produktivitas padi sawah.
Secara kolektif, pelaku penerima bantuan sosial (BANSOS)
kegiatan optimasi lahan sawah, petani/kelompoktani dianjurkan untuk menerapkan teknologi anjuran. Pernyataan termaksud jika
disimak dengan baik, bersifat positif artinya. Karena merupakan upaya khusus
untuk petani mau dan mampu menerima
inovasi dan menerapkan teknologi yang efektif, efesien serta meningkatkan
pendapatan petani.
Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, merupakan sala satu
kecamatan yang
memiliki potensi lahan sawah dan memiliki petani
yang berkemampuan dalam penggunaan teknologi. Beberapa
teknologi yang digunakan sebagai sarana peningkatan produksi padi yang sudah
diaplikasikan seperti menanam padi dengan sistem
tegel dan jajar legowo. Namun dalam
aplikasinya, sistem tegel sangat dominan diterapkan dibandingkan dengan sistem
jajar legowo.
Hasil telaahan Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Singosari, dalam
Matriks Rencana Penyuluhan Pertanian Tahun 2016, di Tahun 2015 terdapat 95 %
petani belum mau menerapkan teknologi jajar legowo. Sehingga sebagai target
ditahun 2016, penyuluhan pertanian akan diarahkan untuk merubah sikap petani
untuk menerapkan teknologi jajar legowo yang dalam persentasi yaitu 5 %. Diantara 17 desa/kelurahan yang 95 % belum
menerapkan teknologi jajar legowo salah satunya yaitu Desa Tunjungtirto.
Proses wawancara untuk menggali data primer terkait dengan penggalian
potensi dan masalah terhadap sistem jajar legowo, bahwa alasan petani tidak mau
menerapkan teknologi jajar legowo yaitu tingkat kerumitan, tenaga kerja, biaya
dan waktu. Variabel kerumitan, tenaga kerja, biaya dan waktu berkaitan erat
hari orang kerja (HOK) pada proses penanaman bibit padi disawah.
Cara tanam padi sistem jajar legowo dikatakan rumit yaitu menggunakan tali
sebagai pelurus untuk merapihkan larikan padi, sehingga waktu secara efesien
tidak sesuai dan biaya hari orang kerja (HOK) pun bertamba. Tetapi menanam padi
dengan cara tegel biaya hari orang kerja (HOK) standar dan waktu tanam bibit
padi cepat. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka yang membuat petani pada
Desa Tunjung Tirto sebagian petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo
adalah pada proses tanam bibit padi yaitu pada variabel kerumitan dan tenaga
kerja.
Sebagai bagian integral/terpadu (mengenai keseluruhan) dalam
membina profesionalisme pelaku utama pertanian secara produktif, maka
diperlukan penelitian untuk mengetahui apa yang mempengaruhi
perilaku petani dalam menerapkankan jajar legowo. Melalui penelitian ini diharapkan
dapat diketahui masalah-masalah dan pemecahan masalah yang ada sebagai bahan
analisis untuk perbaikan perilaku petani dari sistem usaha tani tegel
menjadi sistem usaha tani jajar legowo.
Penelitian dapat dilaksanakan dengan baik sesuai
prinsip ilmiah, maka perlu disusun pedoman penelitian sesuai kriteria ilmiah. Dari
uraian latar belakang tersebut, sehingga peneliti akan meneliti tentang : SIKAP PETANI TERHADAP
PENERAPAN TEKNOLOGI JAJAR LEGOWO PADA DESA TUNJUNG TIRTO, KECAMATAN SINGOSARI,
KABUPATEN MALANG.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasakan pada latar belakang tersebut, bagaimana sikap
petani terhadap teknologi jajar legowo di Desa Tunjungtirto, Kecamatan
Singosari, Kabupaten Malang, maka dirumuskan seperti berikut.
1.2.1 Bagaimana sikap
petani terhadap teknologi jajar legowo pada Desa Tunjung Tirto, Kecamatan
Singosari, Kabupaten Malang ?
1.2.2 Faktor – faktor
apa yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo pada Desa
Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.2.3 Bagaimana rancangan
penyuluhan pertanian terhadap petani untuk menerapkan teknogi jajar legowo pada
Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diuraikan,
maka tujuan penelitian adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui
sikap petani terhadap teknologi jajar legowo pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan
Singosari, Kabupaten Malang
1.3.2 Untuk mengetahui
faktor – faktor yang menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi jajar legowo
pada Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang
1.3.3 Untuk membuat
rancangan penyuluhan pertanian tentang teknologi jajar legowo terhadap petani
di Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang
1.4 Kegunaan
Penelitian ini dengan harapan memberikan sumbangan baik
secara teori maupun praktis kepada :
1.4.1
Petani. Untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perubahan sikap.
1.4.2
Peneliti. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan acuan bagi para peneliti
lanjutan terhadap penerapan tenologi jajar legowo.
1.4.3
Sekolah
Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Malang, agar penelitian ini dijadikan sebagai
bahan informasi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam penyuluhan kepada petani untuk menerapkan teknologi jajar legowo.
1.4.4
Pemerintah/Pemerintah Daerah. Untuk
mewujudkan swasembada beras, diperlukan sumber daya manusia yang
berkualitas, handal serta berkemampuan manajerial
sehingga oleh petani tidak terlihat otoriter. Tetapi dalam
penyuluhan meyakinkan petani bahwa dengan menerapkan teknologi jajar legowo
menguntungkan. Karena dengan pengaturan jarak tanam akan meningkatkan populasi
tanaman padi dan produksi padi pun tinggi dibandingkan dengan cara tanam lainya
seperti sistem tegel produksinya rendah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Program Pemerintah
Indonesia
mencapai swasembada beras pada tahun 1984.
Pencapaian
swasembada di tahun 1984 disebabkan karena penggunaan pupuk an organik sebagai
sarana produksi. Namun penggunaan an-oragnik menimbulkan degradasi tanah yang
sulit teratasi. Secara alami, terjadi kerusakan tanah memberikan dampak
terhadap produksi. Hal ini disebabkan karena tanah adalah unsur utama
peningkatan produksi dan sebagai media tumbuh tanaman. Sehingga secara tidak lansung
memberikan dampak terhadap penurunan produksi dan produktivitas pertanian.
Kondisi tersebut pun secara tidak lansung memberikan dampak yang
berakibatkan
penyediaan beras bersumber dari produksi dalam negeri tidak dapat dipenuhi. Sehingga impor menjadi alternatif
untuk mengurangi resistensi social dan politik. Istilah resistensi adalah menunjukan pada
posisi sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan dan menentang.
Supaya terjadi
surplus pangan dalam negeri, pemerintah menyusun program untuk pemantapan ketahanan pangan dalam negeri. Program
Kabinet Kerja Indonesia adalah
pemantapan ketahanan pangan utamanya beras yang ditargetkan dapat mencapai swasembada
dan surplus di tahun
2015 - 2017.
2.1.2 Program Upaya Khusus (UPSUS)
Program upaya khusus yang disingkat
UPSUS adalah kecukupan produksi komoditas strategis yaitu padi,
jagung, kedelai, tebu, sapi, cabai dan bawang. Tujuan dilaksanakan upaya khusus
adalah untuk dapat mempertahankan swasembada dan memantapkan kondisi ketahanan
pangan yang berdaulat.
Untuk itu, usaha meningkatkan
produksi dengan menerapkan berbagai teknologi telah dilakukan dengan berbagai
cara seperti memberikan bimbingan kepada petani mengenai panca usaha,
intensifikasi khusus dan lain sebagainya. Semua itu bermaksud meningkatkan
produksi guna mengimbangi laju permintaan pangan (AAK, 1990 dalam Ekasari, Septi Lovia, 2016).
2.1.3 Kegiatan Upaya Khusus
Kegiatan upaya
khusus yang dimaksudkan disini adalah optimasi Lahan Sawah atau disingkat OPLAH. Optimasi Lahan adalah upaya
peningkatan Indeks Pertanaman dan produktivitas
padi, jagung dan/atau kedelai pada
lahan sawah dan
non
sawah melalui
penyediaan prasarana dan sarana pertanian.
Sedangkan definisi sawah adalah lahan usaha tani yang secara fisik permukaan tanahnya rata, dibatasi oleh pematang, sehingga dapat
ditanami padi dengan sistem genangan/tadah hujan atau pengairan berselang.
Indeks Pertanaman yang selanjutnya disingkat IP adalah frekuensi penanaman pada sebidang lahan
pertanian
untuk
memproduksi padi, jagung dan/atau kedelai
dalam
kurun
waktu satu tahun.
2.1.4
Produksi dan Produktifitas
Pengertian
Produksi adalah
suatu kegiatan untuk menciptakan/menghasilkan atau menambah nilai guna terhadap
suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan oleh orang atau badan
(produsen).
Faktor produksi adalah segala sesuatu
yang diperlukan dalam kegiatan produksi terhadap suatu barang dan jasa.
Faktor-faktor produksi terdiri dari alam (natural resources), tenaga kerja
(labor), modal (capital), dan keahlian (skill) atau sumber daya pengusaha
(enterpreneurship).
Faktor-faktor produksi alam dan
tenaga kerja adalah faktor produksi utama (asli), sedangkan modal dan tenaga
kerja merupakan faktor produksi turunan.
a.
Faktor Produksi Alam, adalah semua kekayaan yang
ada di alam semesta digunakan dalam proses produksi. Faktor produksi alam
disebut faktor produksi utama atau asli. Faktor produksi alam terdiri dari
tanah, air, udara, sinar matahari, dan barang tambang.
b.
Faktor Produksi Tenaga Kerja, adalah faktor produksi insani yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat menjalankan kegiatan produksi.
Faktor produksi tenaga kerja sebagai faktor produksi asli. Walaupun kini banyak
kegiatan proses produksi diperankan oleh mesin, namun keberadaan manusia wajib
diperlukan.
c.
Faktor Produksi Modal, adalah faktor penunjang yang
mempercepat dan menambah kemampuan dalam memproduksi. Faktor produksi dapat
terdiri dari mesin-mesin, sarana pengangkutan, bangunan, dan alat pengangkutan.
d.
Faktor Produksi Keahlian, adalah keahlian atau keterampilan
individu mengkoordinasikan dan mengelola faktor produksi untuk menghasilkan
barang dan jasa.
Berdasarkan caranya, padi dikategori
sebagai Proses Produksi Panjang (PPP)
yaitu proses produksi yang memakan waktu lama mulai dari proses produksi
menanam padi sampai menjadi beras. Pelaksanaan intensifikasi padi sawah
difokuskan pada upaya penanganan masalah pengelolaan tanah, penggunaan benih
bermutu, penanaman, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pemanenan dan
kegiatan selama pasca panen.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, telah diperkenalkan berbagai teknologi tanam budidaya padi, seperti
budidaya sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah
(TOT) dan sistem tanam jajar legowo (Jarwo).
Sasaran produksi padi tahun 2016
sejumlah 76,23 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) atau meningkat 3,79%
dibanding sasaran produksi tahun sebelumnya sebesar 73,44 ton GKG GKG (Gabah
Kering Giling). Sasaran sejumlah tersebut diperoleh dari sasaran luas tanam
15,02 juta ha, sasaran luas panen 14,27 juta Ha dan sasaran produktivitas 53,40
Ku/Ha. Apabila dibandingkan dengan pencapaian pada tahun 2015 (ARAM II),
sasaran produksi tahun 2016 meningkat 1,65%, sasaran luas panen meningkat
0,63%, produktivitas meningkat 0,96 % (Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo, 2016).
2.1.5 Teknologi Jajar Legowo
Thompson 1992 dalam Setiana (2005) mendefinisikan
teknologi sebagai suatu pola tindakan instrumental yang ditujukan untuk
mengurangi aspek ketidakpastian dalam hubungan sebab akibat yang dirancang
untuk mencapai suatu hasil tertentu. Ketidakpastian ini berkaitan dengan adanya
beberapa alternatif yang mungkin timbul dalam hal hasil yang dapat diperoleh.
Feibleman 1983 dalam Andin (1996) menyatakan bahwa teknologi
memiliki suatu ideal tersendiri. Ideal itu berkaitan dengan kesesuaiannya
dengan tujuan dan nilai ekonomi adanya teknologi tersebut, efisiensi menjadi
kriteria utama penciptaan teknologi.
Selanjutnya Feibleman dalam pernyataan bahwa mengingat perancang
atau pemikir teknologi dibatasi dengan sumberdaya yang tersedia, maka ia
terkendala dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar dalam hal ini
adalah lingkungan yang masih berada dalam jangkauan masyarakat, dengan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan (Fofa Arofi, 2009).
Dewasa ini telah
diperkenalkan berbagai teknologi tanam budidaya padi, antara lain budidaya
sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah tanah (TOT) maupun sistem
tanam jajar legowo (Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Tahun, 2016).
Penggunaan
teknologi jajar legowo saat ini difokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas padi sawah (intensifikasi). Selain pada
lahan sawah, hal termaksud
juga dirancang untuk kegiatan
perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Sehingga
pelaksanaannya diharapkan kelompoktani/petani
menerapkan Teknologi Tanam Jajar
Legowo.
Peningkatan
produktivitas yang dimaksudkan disini adalah peningkatan produktivitas padi yaitu upaya
khusus yang dilakukan untuk meningkatkan hasil usaha tani padi dengan cara
mengoptimalkan lahan sawah yang sudah tersedia (intensifikasi). Upaya
khusus peningkatan produksi dan produktivitas padi pada proses menanam padi
dianjurkan untuk menggunakan teknologi jajar legowo.
Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo (2016), upaya peningkatan produksi padi akan
diarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan kegiatan
perluasan areal tanam (ekstensifikasi) melalui penerapan teknologi tanam jajar
legowo. Untuk itu, seluruh kegiatan
peningkatan produktivitas (intensifikasi) diwajibkan menerapkan teknologi tanam
jajar legowo, sementara untuk kegiatan
perluasan areal tanam (ekstensifikasi) diharapkan dapat menerapkan teknologi
tanam jajar legowo tersebut atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
Istilah legowo diambil dari bahasa
jawa yaitu “lego” yang berarti luas dan “dowo” yang berarti panjang. Legowo
juga diartikan sebagai cara tanam padi yang memiliki beberapa barisan dan
diselingi satu barisan kosong. Sedangkan sistem tanam jajar legowo padi adalah pola bertanam padi
yang berselang - seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris
tanaman dan satu baris kosong.
Berkaitan dengan konteks tersebut
penerapan teknologi jajar legowo adalah selain peningkatan produksi dan
prouduktifitas juga ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran petani
(masyarakat), meningkatkan keuntungan petani, meningkatkan lapangan usaha padi,
menjaga kesinambungan usaha padi. Uraian
tersebut indentik dengan tujuan dalam Buku Petunjuk Teknis Teknologi
Tanam Jajar Legowo Padi, (2016) yaitu meningkatkan produksi padi dan pendapatan
petani.
Namun untuk
mewujudkan hal
tersebut, maka perlu adanya sumber daya manusia yang
berkualitas, handal serta berkemampuan manajerial untuk merubah
perilaku petani. Yang dimaksudkan dengan perilaku petani yaitu pengetahuan
keterampilan dan sikap atau disingkat PKS.
Salah tujuan dalam Buku Petunjuk
Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016 adalah meningkatnya
pengetahuan, keterampilan dan sikap petani sehingga pelaksanaan penerapan
teknologi tanam jajar legowo di lokasi kegiatan peningkatan produktivitas
(intensifikasi) maupun di lokasi kegiatan perluasan areal tanam
(ekstensifikasi) dapat berjalan lebih cepat, produktif dan keberlanjutan.
2.1.5 Sikap Petani
Istilah sikap (attitude)
dalam buku Saifuddin Azwar, (1995) yang berjududul Sikap
Manusia Teori dan Pengukurannya pertama oleh Herbert Spencer pada tahun
1862. Menurut Herbert Spencer sikap
adalah status mental seseorang.
Sedangkan menurut Lange, (1888) dalam Saifuddin Azwar (1995:4),
istilah sikap menambahkan aspek respons fisik. Artinya sikap tidak hanya aspek
mental (bersangkutan
dengan batin dan watak manusia) saja tetapi juga mencakup
aspek respons fisik. Contoh : Seorang
petani fisiknya sangat lelah, tetapi semangatnya tetap
membara.
Sikap dalam konteks tersebut hasil tealahan di internet, kamus marketing
mendefinisikan sikap sebagai kondisi mental akal budi tertentu yang
mencerminkan suatu pandangan pribadi
yang negatif atau positif terhadap suatu obyek dan keadan acuh tak acuh yang
menunjukan titik tengah (mid point) diantara dua titik ataupun dua pokok yang
saling berlawanan (Nurfauziah, 2010. http: // repository. Uinjkt.ac.id / dspace / bitstream /
123456789/3545/1/ NURFAUZIAH - FEB. pdf. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016).
istilah sikap oleh Lange tersebut menggunakan dalam bidang
eksperimen (percobaan) mengenai respons
untuk menggambarkan kesiapan subyek
dalam stimulus (ransangan) yang
datang tiba-tiba. Sedangkan kesiapan dalam diri individu itu disebutkannya
sebagai aufgabe atau task attitude.
Menurut Herbert Spencer sejak
tahun 1862 dan kemudian oleh Lange
tahun 1888 hingga saat ini, sikap selalu menjadi konsep yang dipelajari oleh
berbagai disiplin ilmu sosial tentang pandangan
sikap individu sebagai anggota masyarakat, kelompok sebagai kumpulan
individu-individu dari suatu masyarakat
terhadap suatu obyek makhluk hidup/benda.
Respons berhubungan erat dengan komponen sikap, sehingga respons dapat
diklasifikasikan dalam tiga jenis diantaranya :
a. Respons kognitif adalah respons perseptual dan pernyataan mengenai apa
yang diyakini
b. Respons afektif adalah respons syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi
c. Respons konatif adalah respons tindakan dan pernyataan mengenai perilaku
Ketiga respons tersebut diuraikan bahwa dengan melihat salah satu dari
ketiga bentuk respons tersebut, maka sikap seseorang sudah dapat diketahui.
Namun karena ketiganya memiliki hubungan, sehingga sikap individu harus
diperoleh dengan melihat ketiga macam respons termaksud.
Menurut Man (1969) dalam Saifuddin Azwar (1995 edisi ke
II : 24-27) menjelaskan bahwa :
a.
Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan
stereotipe yang dimiliki oleh individu. Selanjutnya, komponen kognitif
diidentikan dengan pandangan (opini) utamanya pada isyu atau problema yang
kontrafersi.
b.
Afekti merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap
dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar
paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.
c.
Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk
bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Lebih lanjut untuk ke tiga komponen dasar yang mendukung
sikap seseorang dapat diuraikan yaitu :
a.
Kognitif ialah kepercayaan seseorang terhadap suatu obyek
atau kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau benar bagi obyek
sikap. Kita contohkan isyu mengenai teknologi jajar legowo sebagai obyek sikap
bahwa apa saja yang di dipercayai mengenai jajar legowo ini. Sehingga apa yang
dipercayai seseorang disebut stereotipe yaitu sebuah pandangan atau cara
pandang terhadap suatu kelompok sosial dimana cara pandang tersebut lalu
digunakan pada setiap anggota tersebut. Atau semisalnya petani/kelompoktani
memperoleh informasi tetang teknologi jajar legowo biasanya dari pihak kedua
kemudian cenderung untuk menyesuaikan informasi tersebut (sesuai dengan pikiran
kita) tanpa melakukan observasi lebih mendalam sehingga cara pandang sempit
terhadap teknologi jajar legowo akibatnya terlepas dari maksud dan tujuan
teknologi jajar legowo dan sebagai teknologi anjuran.
b.
Apektif yaitu masalah emosional subyektif seseorang
terhadap suatu obyek. Atau Perasaan seseorang mengenai suka tidak suka terhadap
suatu obyek. Contoh orang mempunyai perasaan negatif terhadap misalnya saja
teknologi jajar legowo bahwa seseorang tidak menyukai teknologi jajar legowo,
karena muncul perasaan kekuatiran akan akibat proses menanam padi, biaya tanam
akan meningkat. Dilain sisi, ketidaksukaan orang yang menanam benih padi
(tenaga kerja) dalam bentuk rasa tidak suka terhadap teknologi jajar legowo
pada saat tanam padi menggunakan tali sebagai pelurus, sehingga dari segi waktu
menjadi lama.
c.
Perilaku (konatif) yaitu kecenderungan perilaku yang ada
dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek yang dihadapinya.
Katz (Azwar, 2005:53-55) menyebutkan empat macam fungsi
Sikap bagi manusia, yaitu :
a.
Fungsi
instrumenal, fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat. Fungsi ini menyatakan bahwa
individu dengan Sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang
diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian,
individu akan membentuk Sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan
mendatangkan keuntungan dan
membentuk Sikap negative terhadap
hal-hal yang menurut perasaannya akan merugikan dirinya.
b.
Fungsi
pertahanan ego. Sikap
dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan.
c.
Fungsi
pernyataan nilai. Nilai
adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan.
d.
Fungsi
pengetahuan yaitu manusia
mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk
mengorganisasikan pengalamannya.
e.
Sumber : (Pendidikan Kewarganegaraan, 2015. Http: //ainamulyana. blogspot.co.id/2015/03/ pengertian-sikap).
Sedangkan fungsi sikap menurut ahmadi
(2007:165-167) adalah sebagai berikut :
a. Sebagai alat untuk
menyesuaikan diri.
b. Sebagai alat pengatur
tingkah laku.
c. Sebagai alat pengatur
pengalaman-pengalaman dan
d. Sebagai pernyataan
kepribadian.
Menurut Gerungan (1991:151-152) ciri-ciri sikap atau attitude adalah :
a.
Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang
perkembangan orang itu dalam
hubungan dengan objeknya.
b.
Attitude
itu dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat dipelajari orang; atau sebaliknya,
attitude-attitude itu dapat dipelajari, karena attitude-attitude itu dapat berubah pada orang-orang
bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah
berubahnya attitude pada orang itu.
c.
Attitude
itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu
terhadap suatu objek.
d.
Objek
attitude itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari
hal-hal tersebut. Jadi attitude itu dapat berkenaan dengan satu objek saja,
tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa.
e.
Attitude
mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.
Menurut Shalahuddin (1990) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi sikap yaitu :
a.
Sikap sebagai hasil belajar, yaitu sikap yang
diperoleh melalui pengalaman yang mempunyai unsur-unsur emosional.
b.
Sikap mempunyai dua unsur yang bersifat perseptual dan afektif. Artinya bahwa sikap itu bukan saja yang diamati
oleh seorang melainkan
juga bagaimana ia mengamatinya.
c.
Sikap mempengaruhi obyek lainnya, yang artinya bahwa apabila seorang
mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek maka seorang tersebut akan senang pada obyek yang diberikan oleh informator yang bersangkutan. Situasi ini akan
memberi jalan kepada setiap orang ke arah pengalaman belajar yang sukses dan akan
menyebabkan ia belajar lebih efektif dan menimbulkan sukses yang besar.
Sikap dan perilaku mempunyai hubungan yang dipandang oleh
ilmu psikologi sebagai reaksi yang bersifat sederhana dan kompleks. Bersifat
khusus pada manusia dan secara umum spesies hewan yang terdapat bentuk – bentuk
perilaku instinktif yang didasari oleh kodrat untuk hidup.
Menurut Azwar, (1995) bahwa salah satu karakteristik
reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat
diferensialnya. Menurutnya maksud dari pernyataan tersebut yaitu satu
stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons yang berbeda dan beberapa
stimulus (ransangan) yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respons yang
sama. Arti istilah diferensial yaitu bersangkutan dengan, menunjukkan,
atau menghasilkan perbedaan seperti gembira-sedih, keras-lembut,
cepat-lambat.
Berkaitan dengan diferensial,
karakteristik individu dapat disebutkan seperti motif, nilai-nilai, sifat
kepribadian dan sikap yang saling mempengaruhi. Teori tindakan mempunyai alasan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui
proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan yang dibatasi pada tiga
hal yaitu : 1) perilaku ditentukan oleh sikap spesifik terhadap sesuatu; 2)
selain sikap, perilaku dipengaruhi juga oleh norma-norma subyektif yaitu
keyakinan individu-individu terhadap apa yang orang lain inginkan untuk
individu-individu melakukan; dan 3) sikap terhadap suatu perilaku atau bersama
norma-norma subyektif membentuk suatu niat untuk berperilaku tertentu. Dalam
Saifuddin Azwar (1995:9-12), digambarkan pada gambar 1.
Tampak pada gambar 1 bahwa niat merupakan
fungsi sikap terhadap perilaku dan norma-norma subyektif. Artinya sikap
individu terhadap perilaku adalah merupakan aspek personal dan persepsi
individu terhadap tekanan sosial untuk seseorang berperilaku atau tidak
berperilaku terhadap norma subyektif. Hal ini dapat disederhanakan lagi oleh teori tindakan beralasan bahwa seseorang
akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang suatu perbuatan itu positif dan dikuatkan
oleh orang lain yang ingin agar seseorang itu melakukannya.
Uraian tersebut implikasinya pada keyakinan
seseorang memberikan alasan untuk menerima atau tidak menerima suatu perbuatan.
Sebab keyakinan seseorang bersumber dari pengalaman yang bersamaan perilaku
dimasa lalu. Hal itu bisa atau tidaknya menerima, dipengaruhi juga oleh
informasi tidak lansung seperti melihat teman atau orang lain yang pernah
melakukannya dan dapat juga dipengaruhi oleh faktor yang terkesan kesulitan
atau kemudahan untuk melakukan sesuatu perbuatan.
2.2
Landasan Empiris
2.1.1
Kondisi Umum Indonesia
Indonesia
disebut sebagai negara agragris, negara matahari dan negara kaya akan air.
Disebut negara agraris karena sektor pertanian, disebut negara matahari karena
berkelimpahan sinar matahari disebabkan berada pada jalur katulistiwa dan
disebut negara kaya air karena berkelimpahan air pada musim hujan selalu
banjir. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka di Indonesia memiliki potensi
wilayah yang mampu memberikan ketahanan pangan dalam negara. Namun dalam
kenyataanya pangan selalu menjadi masalah utama dalam negeri yang mengakibatkan
impor pangan.
Jika
menyimak arti potensi ini : kemampuan, kekuatan, kesanggupan dan daya yang
mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Maka sebagai negara yang memiliki
potensi yang telah disebutkan diatas, Negara Indonesia mempunyai peluang untuk
menekan inpor dan memenuhi surplus pangan dalam negara. Karena unsur dalam
negara terdapat bangsa-bangsa yang terkandung didalamnya potensi wilayah adalah
lingkungan negara yang terdiri dari provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa.
Potensi
tersebut mempunyai kekuatan untuk diberdayakan secara intensif serta digerakan
melalui satu gerakan yang terkoordinasi. Sehingga membicarakan ketercapaian
swasembada beras, jagung, kedelai dan daging bisa tercapai. Hasil telahaan
referensi yang relefan bahwa yang memberikan pengaruh secara lansung maupun
tidak lansung terhadap perilaku (sikap) semua pihak yang terlibat yaitu
politik, ekonomi dan sosial. Sehingga akan menimbulkan pemahaman secara positif
atau negatif atau setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek.
Menurut Wahap dalam Setyadi (2005)
mengutip pendapat para pakar yang menyatakan bahwa proses implementasi
kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan administrative yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri
kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik,
ekonomi, dan social yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya berpengaruh terhadap
dampak negative maupun positif.
`2.2.2
Program dan Kegiatan
Pemerintah
pengambil kebijakan sebagai penguasa untuk menguasai Masyarakat Indonesia. Hal
ini artinya bahwa kebijakan program kegiatan yang ditempuh adalah faktor umum.
Karena dengan faktor umum akan lebih sesuai dengan kaidah – kaidah yang
diciptakan dalam sistem pergaulan pada suatu masyarakat yang termasuk
didalamnya petani.
Berkaitan
pada uraian tersebut, pemerintah merencanakan serta mengimplementasikan program yang disebut dengan Upaya
Khusus (UPSUS). Program upaya khusus (UPSUS) adalah kecukupan produksi komoditas strategis yaitu padi, jagung, kedelai, tebu, sapi, cabai dan
bawang. Tujuan dilaksanakan upaya khusus adalah untuk dapat mempertahankan swasembada dan
memantapkan kondisi ketahanan pangan yang mempunyai kekuasaaan tertinggi atas suatu
pemerintahan negara atau daerah (“berdaulat”).
Oleh sebab itu, supaya program upaya khusus (UPSUS)
harus diimplementasikan/dilaksanakan dan mempunyai dampak ketercapaian tujuan
yang diinginkan. Maka dirumuskan tujuan yang dinginkan dari program upaya
khusus adalah pencapaian swasembada
berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai, sehingga
implementasinya penyuluh, mahasiswa dan bintara
pembina desa (babinsa) menjadi
unsur penting
dalam menggerakkan para pelaku utama untuk mau
dan mampu secara produktif serta intesif dalam mengelola program/kegiatan.
Potensi
tersebut yang menjadi kekuatan untuk diberdayakan serta digerakan dalam satu
gerakan yang terkoordinasi. Namun dalam pelaksanaannya gerakan yang disebut
dengan sinerginitas Penyuluh, Babinsa
dan mahasiswa “tidak” dalam satu gerakan yang terkoordinasi.
Oleh
sebab itu, untuk
mewujudkan potensi tersebut, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas,
handal serta berkemampuan manajerial
sehingga bertanggungjawab
dalam melaksanakan program/kegiatan dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
sasaran.
Kegiatan Optimasi Lahan (OPLAH)
adalah pilihan yang dapat dilaksanakan. Kegiatan
optimasi lahan (OPLAH) merupakan salah satu langkah strategis dalam
mengantisipasi kekurangan lahan untuk memproduksi padi. Kegiatan ini difokuskan
untuk meningkatkan Indek Pertanaman (IP) dan produktifitas melalui penyediaan
sarana produksi.
2.2.3 Teknologi Anjuran
Menurut Riduwan , 2009, dalam Bukunya yang berjudul
Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian menguraikan bahwa dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebuah bangsa akan memiliki daya
saing tinggi ditenga-tenga bangsa lain. Hal ini implikasinya adalah membangun sumber
daya manusia (utamanya petani) pertanian yang berkualitas dan handal.
Sebagai upaya memotivasi
petani/kelompoktani, maka pemerintah melalui pemerintah daerah memberikan
batuan sosial kepada kelompoktani untuk berusaha tani lebih baik. Pemberian
bantuan sosial berupa penyedian sarana produksi seperti pupuk dan pengolahan tanah.
Sedangkan dalam proses menanam padi, petani/kelompoktani penerima bantuan
sosial optimasi lahan sawah menerapkan teknologi anjuran.
Buku Petunjuk Teknis Teknologi Tanam
Jajar Legowo Padi Tahun 2016 berisi kebijakan, strategi dan langkah aksi bagi
pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) bersama stakeholders dalam
melaksanakan kegiatan peningkatan produksi padi secara sinergis dan
berkesinambungan baik pada lokasi kegiatan peningkatan provitas (intensifikasi)
maupun perluasan areal tanam (ekstensifikasi) dengan tetap mengadopsi teknologi
tanam jajar legowo, sehingga target produksi yang telah ditetapkan dapat
tercapai seiring dengan upaya mewujudkan swasembada beras yang berkelanjutan.
Hal itu dimaksudkan karena penerapan sistem tanam jajar
legowo untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal, juga ditujukan
untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Sedangkan
menurut para peneliti dan petani yang sudah menerapkan, jajar legowo
meningkatkan produksi dengan pengaturan jarak tanam.
Menariknya dari anjuran pemerintah,
hasil pengkajian dan penelitian yang menghasilkan rekomendasi untuk diterapkan
cara tanam padi sistem jajar legowo oleh petani, namun masi ada petani yang
tidak merespons teknologi tersebut. Tetapi petani lebih dominan mengandalkan
teknologi tegel yang masih tradisonal. Kondisi
tersebut membuat pemerintah dan atau peneliti selalu dan selalu berdampak pada
munculnya peluang - peluang baru untuk mengubah perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap) petani.
Sejalan
dengan hal tersebut diatas, maka pada tahun 2016 upaya peningkatan produksi
padi akan diarahkan pada kegiatan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan
kegiatan perluasan areal tanam (ekstensifikasi) melalui penerapan teknologi
tanam jajar legowo (Buku
Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016).
Untuk
itu, seluruh kegiatan peningkatan
produktivitas (intensifikasi) diwajibkan menerapkan teknologi tanam jajar
legowo, sementara untuk kegiatan
perluasan areal tanam (ekstensifikasi)
diharapkan dapat menerapkan
teknologi tanam jajar legowo tersebut atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk mendukung penerapan
teknologi tanam jajar legowo maka akan difasilitasi bantuan benih dan alat
tanam antara lain caplak kepada petani/kelompok tani/gapoktan pelaksana
kegiatan (Buku
Petunjuk Teknis Teknologi Tanam Jajar Legowo Padi Tahun 2016).
Pengaruh sikap petani
terhadap inovasi adalah merupakan sebab yang
berasal dari masyarakat dan petani sendiri. Terhadap teknologi
jajar legowo dianggap penemuan baru (inovasi) yang berkembang di
masyarakat yang bersifat menyempurnakan dari bentuk penemuan lama seperti Teknologi tegel dan jajar legowo. Hanya saja
jajar legowo dianggap efektif, efesien dan menguntungkan sehingga
direkomendasikan untuk diaplikasikan.
a.
Keunggulan dan Kelemahan Jajar legowo
Keunggulan teknologi jajar legowo sudah teruji melalui
penelitian dan pengkajian, dan kemudian digunakan sebagai bahan penyuluhan
kepada petani untuk menerapkan cara tersebut. Karena dengan pengaturan jarak tanam
dapat meningkatkan populasi tanaman padi, produksi padi pun tinggi dibandingkan
dengan cara tanam lainya seperti sistem tegel produksinya rendah.
Terdapat ruang terbuka yang lebih lebar diantara dua
kelompok barisan tanaman yang akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap
rumpun tanaman padi sehingga meningkatkan aktivitas fotosintesis yang berdampak
pada peningkatan produktivitas tanaman.
Menurut Sembiring (2001), dalam Sarlan Abdulrachman, dkk
(2013), sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen PTT pada padi sawah
yang apabila dibandingkan dengan sistem tanam lainnya memiliki keuntungan
sebagai berikut :
1.
Sistem tanaman berbaris ini memberi kemudahan
petani dalam pengelolaan usahataninya seperti: pemupukan susulan, penyiangan,
pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan). Disamping itu juga
lebih mudah dalam mengendalikan hama tikus.
2.
Meningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian
pinggir untuk setiap set legowo, sehingga berpeluang untuk meningkatkan
produktivitas tanaman akibat peningkatan populasi.
3.
Sistem tanaman berbaris ini juga berpeluang
bagi pengembangan sistem produksi padi-ikan (mina padi) atau parlebek
(kombinasi padi, ikan, dan bebek).
4.
Meningkatkan produktivitas padi hingga
mencapai 10-15%.
Keuntungan cara tanam jajar legowo yang tersebutkan, dapat
juga disebutkan seperti berikut :
1. Rumpun
tanaman yang berada pada bagian pinggir lebih banyak.
2. Terdapat
ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong mas atau untuk
mina padi.
3. Pengendalian
hama, penyakit dan gulma lebih mudah.
4. Pada
tahap awal areal pertanaman lebih terang sehingga kurang disenangi tikus
5.
Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.
6.
Referensi : Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Teknologi Budidaya Padi (2008).
Selain peningkatan produksi, cara tanam jajar legowo pada barisan tanaman terluar
memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar sekaligus sirkulasi udara dan
pemanfaatan sinar matahari lebih baik untuk pertanaman. Selain itu upaya
penanggulangan gulma dan pemupukan dapat dilakukan dengan lebih mudah (Petunjuk Teknis Teknologi
Tanam Jajar Legowo Padi, 2016).
Pada sistem jajar legowo dua baris semua rumpun padi
berada di barisan pinggir dari pertanaman. Akibatnya semua rumpun padi tersebut
memperoleh manfaat dari pengaruh pinggir (border effect). Hasil telahaan
data sekunder, pada rumpun padi yang berada di barisan pinggir hasilnya 1,5 – 2
kali lipat lebih tinggi dari produksi pada yang berada di bagian dalam.
Disamping itu sistem Legowo yang memberikan ruang yang luas (lorong) sangat
cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan atau minapadi legowo (Permana,
1995).
Sebutan jajar legowo pada awal menggunakan dua cara tanam
yaitu 2 : 1 dan 4 : 1. Namun dengan adanya pengkajian dan penelitian yang
berkembang, maka muncul beberapa tipe cara tanam sistem jajar legowo yang
secara umum telah disebutkan berikut : tipe legowo (2 : 1), (3 : 1), (4 : 1),
(5 : 1), (6 : 1) dan tipe lainnya yang sudah ada serta telah diaplikasikan oleh
petani yang menerapkannya cara tersebutkan.
Tipe
sistem tanam jajar legowo terbaik dalam memberikan hasil produksi gabah tinggi
adalah tipe jajar legowo (4:1) sedangkan dari tipe jajar legowo (2:1) dapat
diterapkan untuk mendapatkan bulir gabah berkualitas benih (Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, 2010).
Penelitian terdahulu Ayudya Melasari, Tavi Supriana dan Rahmanta Ginting, dengan judul
penelitian Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Melalui Sistem Tanam
Jajar Legowo Dengan Sistem Tanam Non Jajar Legowo memberikan informasi bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa
Sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas petani sebesar
6.485,17 Kg/Ha dengan pendapatan sebesar Rp. 11.627.931,11 dengan asumsi tidak
menyebutkan tipe tanam 2 : 1 atau sejenisnya.
Menurut penelitian Asda Rauf, Amelia Murtisari dan Angki Rahman dengan
judul penelitian Analisis Pendapatan usahatani Padi Sawah Pada Sistem Tanam
Legowo di Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo bahwa berdasarkan hasil perhitungan keuntungan yang
diterima oleh petani pada usahatani padi sawah yang menerapkan sistem tanam
legowo di Kecamatan Dungaliyo pada sistem tanam legowo 4:1 petani dengan
memperoleh keuntungan sebesar Rp. 23.835.552/petani dengan rata-rata per hektar
Rp. 21.668.684 dan pada sistem tanam legowo 2:1 memperoleh keuntungan sebesar
Rp. 21.703.201/petani dengan rata-rata per hektar Rp. 21.703.201, dengan jumlah
produksi 6-7 Ton/Ha. Jika dibandingkan dengan pendapatan petani yang
menggunakan sistem tanam tegel di Kecamatan Dungaliyo hanya memperoleh
keuntungan sebesar Rp.13.935.000/Ha. Dengan jumlah produksi 4 Ton/Ha. Dengan
demikian hipotesis satu terbukti, dimana sistem tanam legowo 4:1 dan 2:1
memberikan keuntungan lebih tinggi.
Pada prinsipnya sistem tanam legowo 2:1
akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per ha sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi 33,31% dibanding
pola tanam tegel (25x25) cm yang hanya 160.000
rumpun/ha. Dengan pola tanam ini, seluruh barisan tanaman akan mendapat
tanaman sisipan (Sarlan Abdulrachman, Made Jana Mejaya, Nurwulan Agustiani, Indra
Gunawan, Priatna Sasmita, Agus Guswara, (2013).
Sistem tanam legowo 4:1 tipe 1 merupakan pola tanam legowo dengan
keseluruhan baris mendapat tanaman sisipan. Pola ini cocok diterapkan pada
kondisi lahan yang kurang subur. Dengan pola ini, populasi tanaman mencapai 256.000
rumpun/ha dengan peningkatan populasi sebesar 60% dibanding pola tegel
(25x25)cm (Sarlan Abdulrachman, dkk, 2013).
Kelemahan teknologi jajar legowo dalam penelitian
terdahulu yaitu Persepsi petani terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1
antara lain pertama, apabila topografi lahan petani yang dimiliki
bentuknya tidak beraturan dapat menyulitkan petani dalam proses pembuatan jarak
tanam sesuai Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1. Kedua, proses pembuatan
jarak tanam sesuai Sistem Jajar Legowo 2:1 memerlukan waktu yang lebih lama,
sehingga pengedok menolak untuk menerapkan Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1
tersebut. Ketiga, serangan hama padi lebih banyak daripada tanaman
lainnya, sehingga petani memerlukan pertimbangan kembali dalam mengadopsi
Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 tersebut.
b.
Kelemahan Teknologi Tegel
Selain jajar legowo, sistem tanam tegel (20
x 20 cm, 22
x 22 cm, 25 x
25 cm) juga merupakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Hal
tersebut jika disimak dengan cermat, berarti sebelum munculnya sistim tanam
jajar legowo, yang digunakan dalam pendekatan PTT oleh petani adalah sistim
tanam tegel. Sehingga teknologi jajar tegel sudah menjadi kebiasaan dalam usaha
tani padi.
Berdasarkan pada pengalaman petani, sesuai hasil idetifikasi bahwa
kelemahan teknologi tegel yaitu pada tahapan pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit, pengendalian gulma dan akan terasa sulit pada saat umur padi 60 hari
sampai 70 hari setelah tanam yang dimana pada tahapan keluar malai padi.
c. Kelemahan
Legowo dan Tegel
1.
Kebutuhan benih meningkat
Teknologi tanam padi dengan sistem legowo jumlah
benih yang diperlukan lebih banyak dari sistem tegel. Kebutuhan benih
sistem tegel dengan jarak tanam 25 x 25cm adalah 25 kg/ha (kebiasaan
petani). Sedangkan kebutuhan benih pada sistem legowo dengan jarak legowo
50, 60, 70 dan 75 cm dan jarak tanam dalam barisan tanaman 25 x 12,5 cm,
berturut-turut adalah 30, 25 kg, 31,25 kg, 26,30 kg dan 25 kg/ha.
2. Upah
tanam meningkat
Dengan meningkatnya jumlah populasi tanaman persatuan luas, maka upah tanam
dengan sistem legowo juga meningkat. Kalau dengan sistem tegel upah tanam
hanya 18 HOK (wanita) sedangkan pada sistem legowo meningkat menjadi 25
HOK (wanita). Apabila upah tanam diperhitungkan sebesar Rp.8.000,00 maka
terdapat selisih sebesar Rp.56.000,00.
2.3. Penyuluhan Pertanian
Sistem penyuluhan adalah seluruh rangkaian pengembangan
kemampuan, pengetahuan, keterampilan, serta sikap pelaku utama dan pelaku usaha
melalui penyuluhan (UU SP3K, 2006).
Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama
serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan men gorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya
lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,
pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup(UU SP3K, 2006).
Materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang akan
disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam
berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen,
ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan. Rekomendasi
adalah pemberian persetujuan terhadap teknologi yang akan digunakan sebagai
materi penyuluhan.
Selain dilakukan pengkajian
teknologi, alternative lain yang dibutuhkan untuk merngubah sikap petani adalah
kegiatan penyuluhan pertanian yang memotivasi petani dengan penuh keyakinan
bahwa, teknologi jajar legowo sangat cocok untuk diterapkan.
Menurut
Slamet, (2003) bahwa, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, di antaranya
telah dicanangkannya Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP), yaitu suatu upaya
mendudukkan, memerankan dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan
pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korp dan kesatuan arah
kebijakan.
Sesuai pendapat tersebut, maka
dibutuhkan partisipasi aktif petani dan penyuluh merupakan kunci utama
keberhasilan penerapan inovasi teknologi jajar legowo melalui pendekatan PTT.
Yang dimaksudkan dengan partisipatif adalah petani berperan aktif dalam pemilihan
dan pengujian teknologi yang
sesuai dengan kondisi setempat, serta meningkatkan kemampuan melalui proses pembelajaran di
Laboratorium Lapangan
(Zulkifli Zaini dkk, 2010).
Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah suatu pendekatan inovatif dan dinamis
dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan
komponen teknologi secara partisipatif bersama petani.
Pada prinsipnya, penerapan PTT adalah : Petani berperan aktif dalam
pemilihan dan pengujian teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat, serta
meningkatkan kemampuan melalui proses pembelajaran di Laboratorium Lapangan (Partisipatif); Memperhatikan
kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik, sosial-budaya, dan ekonomi petani
setempat (spesifik lokasi); Sumber
daya tanaman, tanah, dan air dikelola dengan baik secara terpadu (terpadu); Pemanfaatan teknologi
terbaik, memperhatikan keterkaitan antar komponen teknologi yang saling
mendukung (sinergis atau serasi); dan Penerapan
teknologi selalu disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan IPTEK serta
kondisi social-ekonomi setempat (dinamis).
Evaluasi harus memiliki tujuan yang jelas, sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan dalam kegiatan penyuluhan. Ada tiga elemen penting
dalam evaluasi yaitu (1) kriteria/pembanding yaitu merupakan ciri ideal dari
situasi yang diinginkan yang dapat dirumuskan melalui tujuan operasional, (2)
bukti /kejadian adalah kenyataan yang ada yang diperoleh dari hasil penelitian,
dan (3) penilaian (judgement) yang dibentuk dengan membandingkan
kriteria dengan kejadian (Sutjipta, 2009).
2.4 Evaluasi Kegiatan Penyuluhan Pertanian
Evaluasi penyuluhan pertanian dapat digunakan untuk memperbaiki perencanaan
kegiatan/program penyuluhan, dan kinerja penyuluhan, mempertanggungjawabkan
kegiatan yang dilaksanakan, membandingkan antara kegiatan yang dicapai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi penyuluhan pertanian
adalah kegiatan untuk menilai suatu programa penyuluhan pertanian. Evaluasi
penyuluhan pertanian dilakukan dengan proses pengumpulan data, penentuan
ukuran, penilaian serta perumusan keputusan yang digunakan untuk perbaikan atau
penyempurnaan perencanaan berikutnya yang lebih lanjut demi tercapainya tujuan
dari program penyuluhan pertanian.
Sedangkan evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan
relevansi, efisiensi, efektivitas, dan dampak kegiatan-kegiatan proyek/programa
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi
Kinerja Penyuluh Pertanian adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis dan berkesinambungan untuk mengukur tingkat keberhasilan berdasarkan
parameter kinerja Penyuluh Pertanian dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya (Permentan, 2013).
2.4.1 Tujuan Pelaksanaan Evaluasi Penyuluhan
Pertanian
Evaluasi yang efektif dapat dinilai dari beberapa kriteria yaitu
memiliki tujuan evaluasi yang didefinisikan dengan jelas, pengukuran dilakukan
dengan saksama menggunakan alat ukur yang valid dan evaluasi dilakukan
seobyektif mungkin yaitu bebas dari penilaian yang bersifat pribadi;
Sesuai telahaan referensi di internet, didalam wikipedia
bahasa Indonesia, disebutkan bahwa tujuan evaluasi penyuluhan pertanian adalah
:
a.
Untuk
menentukan sejauh mana kegiatan penyuluhan pertanian dapat dicapai yang
ditandai dengan perubahan perilaku petani yang menjadi sasaran didik dari
kegiatan penyuluhan pertanian.
b.
Didapat
keterangan-keterangan dari lapangan yang dapat digunakan untuk penyesuaian
program penyuluhan pertanian yang sedang berjalan.
c.
Untuk
mengukur keefektifan dari metode dan alat bantu yang digunakan dalam
melaksanakan penyuluhan pertanian.
d.
Untuk
mendapatkan data laporan tentang hal-hal yang terjadi dilapangan.
e.
Untuk
memperoleh landasan bagi program penyuluhan pertanian.
f.
Memberikan
kepuasan bagi psikologis orang-orang yang terlibat di dalam program penyuluhan
pertanian.
Selain itu, beberapa aspek atau cakupan tujuan evaluasi
diantaranya :
1.
Tujuan Kegiatan (activity objective)
a.
Mengumpulkan data yang penting untuk
perencanaan programa (keadaan umum daerah, sosial, teknis, ekonomis, budaya,
masalah, kebutuhan dan minat, sumber daya, faktor-faktor pendukung).
b.
Mengetahui sasaran/tujuanprograma/kegiatan
yang telah tercapai.
c.
Mengetahui perubahan-perubahan yang telah
terjadi sebagai akibat intervensi program/kegiatan penyuluhan
d.
Mengetahui strategi yang paling efektif untuk
pencapaian tujuan programa.
e.
Mengidentifikasi “strong dan weak points” dalam perencanaan dan
pelaksanaan programa.
f.
Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan.
2.
Tujuan Managerial (managerial
objective)
a.
Memberikan data / informasi sebagai dasar
pertimbangan untuk pengambilan keputusan.
b.
Memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan program
c.
Berkomunikasi dengan masyarakat dan
penyandang dana/stake holder.
d.
Menimbulkan rasa persatuan dan motivasi untuk
bekerja lebih baik.
3.
Tujuan Programa (Programa
objective)
Menilai efisiensi, efektifitas, dan manfaat dari programa
selain untuk memenuhi beberapa tujuan tersebut di atas, alasan lain mengapa
perlu dilakukan evaluasi programa penyuluhan pertanian adalah kemungkinan :
a.
Telah terjadi perubahan struktur dan programa
dari lembaga-lembaga terkait
b.
Telah terjadi perubahan kebutuhan, aspirasi,
dan harapan dari masyarakat.
2.3.1 Metode
Evaluasi
Secara umum
metode yang digunakan dalam evaluasi yaitu metode kuantitatif, metode
kualitatif, dan metode campuran. Penggunaan metode evaluasi tersebut
disesuaikan dengan jenis data yang hendak dijaring, sumber informasi dan waktu
yang diperlukan dalam melaksanakan evaluasi.
Metode evaluasi apabila dilihat dari segi manfaatnya adalah sebagai upaya
memperbaiki dan penyempurnaan program/kegiatan penyuluhan pertanian sehingga
lebih efektif, efisien, terukur dan dapat mengetahui ketercapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
Metode yang
digunakan dalam evaluasi adalah kuantitatif. Alasan penggunaan
metode kuantitatif adalah
waktu dan tenaga untuk menjelaskan aspek sikap. Dampak evaluasi ditentukan dengan pengambilan data
dengan membandingkan data awal dan akhir pada responden
(anggota kelompoktani). Sehubungan dengan itu, aspek instrumen evaluasi
untuk produk keluaran dan sikap dirancang dengan skala liekrt.
Jawaban responen (skor) ditabulasikan dan
dikategorikan, sehingga menghasilkan kategori sangat
baik, baik, sedang, buruk, sangat buruk.
Penggunaan skala likert adalah untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang atau sekelompok orang, tentang inovasi pertanian yang
nantinya direkomendasikan. Menurut Sugiyono (2007), skala likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena social. Hal ini akan di
evaluasi dijabarkan menjadi unsur-unsur, komponen-komponen yang dapat diukur
dan dijadikan titik tolak untuk menyusun instrumen.
2.5. Kerangka
Berpikir
Kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai arah
untuk dijadikan sebagai pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.
Penelitian disini digambarkan dari munculnya fenomena dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yaitu kerapkali mengalami masalah produksi pangan
terutama beras. Dalam konteks ini, seperti hal telah dijelaskan pada latar
belakang bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan pangan beras sangatlah
prima.
Kondisi tersebut melatarbelakangi pemerintah dalam
mengambil kebijakan untuk mengobtimalisasikan lahan pertanian utamanya lahan
sawah walaupun dalam skala kecil untuk menekan inpor yang merupakan kebijakan
pemerintah yang selama ini menginpor beras. Alasan pemerintah di era revolusi
mental yang sangat mendasar untuk menekan inpor adalah Indonesia dijuluki
sebagai negara agragris. Hasil telaahan referensi dijelaskan bahwa Indonesia
disebut sebagai negara agragris dikarenakan (1) adanya sektor pertanian dan (2)
penduduk di atas usia 15 tahun mengatungkan hidupnya dari sektor pertanian.
Kebijakan upaya khusus (UPSUS) untuk meningkatkan
swasembada beras di Indonesia saat ini adalah sala satunya meliputi kebijakan
prouksi padi. Untuk mensukseskan program upsus peningkatan produksi padi, maka
pemerintah menganjurkan untuk sinergikan program kegiatan dari pusat sampai ke
petani. Melalui bantuan sosial (BANSOS), kegiatan penggunaan teknologi anjuran
untuk diterapkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produksi padi ialah
teknologi jajar legowo. Sebab dengan penggunaan teknologi jajar legowo dapat
meningkatkan produksi padi.
Berkaitan dengan hal tersebut, yang menjadi permasalahan
di tingkat petani adalah dalam budidaya padi sawah ada petani yang belum
menggunakan teknologi jajar legowo secara intensif. Artinya bahwa petani belum
serius merespons dan menerima teknologi jajar legowo. Tetapi tuntutan
penggunaan teknologi dalam era globalisasi menuntut petani untuk selalu berubah
dan penyesuaian diri sesuai perubahan zaman. Atau dengan kata lain disebut era
globalisasi.
Selain tuntutan era ilmu pengetahuan dan teknologi, isu
sentral saat ini tentang kebutuhan manusia akan pangan khususnya beras semakin
meningkat dengan adanya pertambahan jumlah penduduk. Sedangkan nilai dan
harapan peningkatan produksi padi semakin menurun. Salah satu obyek yang berpengaruh
terhadap nilai dan produksi padi adalah
sikap petani dalam menerapkan teknologi
jajar legowo. Oleh sebab itu obyek sikap yang diteliti yaitu setuju dan tidak
setuju terhadap obyek penelitian. Sedangkan Penerapan teknologi jajar legowo
dilihat dari faktor lahan petani (milik/sewa), keunggulan dan kelemahan
teknologi, orang kerja (HOK), biaya dan waktu pada saat tanam benih padi.